Sebagai pecinta alam yang eksotis, perjalanan ke Amerika Serikat
kurang lengkap tanpa wisata ke Grand Canyon. Ya, kunjungan ke Grand
Canyon yang fenomenal sudah menjadi impian saya sejak lama. Grand Canyon
sebenarnya adalah ngarai terjal, menyerupai tebing, yang dibelah oleh
Sungai Colorado yang berkelok-kelok. Dengan panjang mencapai 446 km,
lebar hingga 29 km, dan kedalaman mencapai 1.800 m, proses alam yang
luar biasa selama jutaan tahun telah membentuk Grand Canyon menjadi
sebuah panorama menakjubkan di wilayah negara bagian Arizona, bagaikan
maha karya ukiran raksasa pada suatu wilayah berbatu yang tandus namun
cantik.
Dengan area yang luas, banyak spot untuk mengagumi keindahan Grand
Canyon, namun secara umum lokasi destinasi wisata dibagi menjadi empat
bagian sesuai arah mata angin, yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat.
Kali ini saya memilih untuk berkunjung ke Grand Canyon Skywalk yang ada
di bagian barat (Grand Canyon West), salah satu atraksi terbaru di Grand
Canyon yang sangat menggiurkan bagi para pecinta ketinggian. Kebetulan
lokasi ini juga yang paling mudah dijangkau dari Los Angeles, tempat
singgah sementara di AS. Dari Indonesia, rute paling mudah adalah ke Los
Angeles, California, di pantai timur Amerika. Banyak maskapai yang
melayani rute Jakarta – LA, namun semua harus transit dulu, entah di
Singapura, Hongkong, Tokyo, atau Seoul. Dari LA, perjalanan bisa
dilanjutkan dengan jalan darat ke Las Vegas, Nevada, selama 4 jam,
dilanjutkan dengan perjalanan selama 2 jam ke Taman Nasional Grand
Canyon. Cara termudah dan fleksibel adalah dengan menyewa mobil di
bandara, seperti umumnya dilakukan orang Amerika. Namun harap diingat,
Anda harus membawa SIM internasional dan juga sebaiknya sudah familiar
dengan setir kiri. Kalau tidak yakin, sebaiknya Anda naik bis ke Las
Vegas, lalu dilanjutkan dengan paket tur dari Las Vegas ke Grand Canyon.
Pada waktu itu, saya beserta teman-teman memilih menyetir mobil
sendiri karena kawan saya sudah cukup mahir menyetir di Amerika saking
seringnya ditugaskan ke sana. Niat hati sih pengen nyetir Mustang Shelby
GT500 yang legendaris, tapi berhubung rame-rame dengan bawaan
segambreng, akhirnya kami pilih mobil MPV yang muat banyak. Karena
perjalanan cukup jauh, kami putuskan untuk menginap dulu di Las Vegas,
baru paginya berangkat ke Grand Canyon.
Perjalanan dari Las Vegas ke Grand Canyon benar-benar memanjakan
mata. Hamparan gurun luas dengan tebing tebing tinggi seolah menjadi
appetizer bagi sebuah main course yang sangat lezat. Kami juga melewati
Hoover Dam yang membendung Sungai Colorado. Bendungan ini dibangun pada
tahun 1935 dan hingga kini masih dianggap salah satu keajaiban teknologi
di masa modern. Setelah kurang lebih 2 jam, kami sampai di titik
terakhir mobil bisa memasuki kawasan Grand Canyon West, persis di
sebelah bandara perintis. Grand Canyon West adalah rumah sekaligus
kawasan perlindungan bagi suku asli Amerika, yaitu Hualapai (lebih
popular dengan sebutan suku Indian, walaupun sebenarnya ini salah kaprah
saat Columbus mengira Benua Amerika adalah India, tujuan sesungguhnya
ekspedisi Columbus). Tak heran, sapaan pertama setelah turun dari mobil
adalah “Welcome to the Hualapai Nation.”
Setelah parkir mobil, kami masuk ke tenda besar tempat penjualan
tiket masuk dan souvenir. Pengujung wajib membeli minimal tiket Hualapai
Legacy Package, yang terdiri dari Hop-on-Hop-off shuttle bus ke 3
lokasi, yaitu Eagle Point, Guano Point, dan Hualapai Ranch. Sekarang
harga tiket Hualapai Legacy Package adalah US$ 43,32. Berhubung kami
juga kepingin jalan-jalan di Skywalk, maka kami harus membeli tiket
Legacy Gold Package seharga US$ 80,94. Paket ini sebenarnya adalah
Hualapai Legacy Package ditambah tiket Skywalk dan makan siang. Walaupun
cukup mahal, tapi rasanya sayang kalau sudah jauh-jauh datang tidak ke
Skywalk.
Sepanjang perjalanan dari parkir mobil ke Eagle Point, lokasi
Skywalk, kami sudah dihibur dengan hamparan pasir yang dihiasi
tebing-tebing raksasa. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di
Eagle Point, tempat pemberhentian pertama. Eagle Point sendiri merupakan
nama yang diberikan oleh Suku Hualapai. Saya langsung terperangah
melihat kecantikan Grand Canyon dari dekat. Tebing-tebing tinggi
berwarna coklat kemerahan dihiasi garis-garis lapisan batuan dengan
hamparan Sungai Colorado yang berkelok-kelok benar-benar keagungan Sang
Maha Pencipta yang tidak bisa ditandingi. Sejauh mata memandang hanyalah
gurun pasir, ngarai terjal, dan sungai yang tampak begitu kecil karena
nun jauh di bawah sana. Alhamdulillah, saya tak mengira impian saya
melihat Grand Canyon, bukan hanya Green Canyon, bisa terwujud saat itu.
Tanpa banyak buang waktu, kami segera menuju tujuan utama kami, Grand
Canyon Skywalk. Sebuah jembatan transparan berbentuk U tanpa tiang
penyangga, Skywalk adalah mahakarya rekayasa bangunan yang baru dibuka
tahun 2007. Terletak sangat strategis di tepi ngarai yang menghadap
kelokan sungai, jembatan ini menjorok sejauh 21 m dari bibir ngarai,
dengan ketinggian mencapai 240 m dari titik terbawah di bibir sungai.
Dengan lantai dan pagar pembatas berupa kaca tembus pandang yang
didesain khusus untuk menahan beban manusia dan fenomena alam seperti
angin, hujan, dan salju, Skywalk menjadi sebuah platform terbaik untuk
menyaksikan keindahan Grand Canyon dari tepi ngarai.
Dengan biaya pembangunan sekitar 30 juta dollar dan kerumitan di
balik pembuatannya, saya rasa tiket yang mahal cukup layak untuk
ditebus. Oya, sebelum masuk Skywalk, kami menukar tiket dengan makan
siang terlebih dahulu. Saat berjalan di atas jembatan, kami tidak
diperkenankan membawa barang apapun, termasuk kamera. Bahkan alas kaki
harus dilapisi sarung kain untuk mencegah goresan pada lantai kaca.
Jembatannya tidak terlalu lebar, kira-kira hanya cukup untuk 2 orang
berpapasan. Pada satu waktu, jumlah orang yang ada di jembatan dibatasi
hanya 120 orang. Pengelola juga menyediakan jasa foto di tengah
jembatan, yang hampir selalu dibeli oleh pengunjung walaupun harganya
mahal. Kapan lagi bisa foto-foto narsis di atas Skywalk dengan
background Grand Canyon yang eksotis. Soal pemandangan dari sini, jangan
Tanya lagi, pastinya benar-benar cantik dan rasanya tidak ingin
beranjak. Konsep jembatan ini adalah menyediakan platform bagi manusia
untuk melihat Grand Canyon dari perspektif “eagle view.” Pengunjung
memang seolah-olah terbang di atas Sungai Colorado dengan ketinggian
sejajar dengan puncak ngarai, sebuah titik yang paling ideal untuk
mengagumi keindahan tebing-tebing raksasa di sekeliling dengan tetap
menikmati kecantikan lekukan Sungai Colorado.
Setelah keluar dari Skywalk, kami beranjak ke amphitheatre yang
terletak persis di belakang Skywalk. Sayangnya, tak ada pertunjukkan
pada saat itu. Untungnya masih ada berbagai rupa rumah asli Suku
Hualapai yang sangat unik. Yang paling khas adalah Wikiup, yaitu rumah
yang berbentuk kerucut dari kayu-kayu kecil yang sering digambarkan di
kartun-kartun. Ada juga toko penjualan kerajinan tangan asli buatan Suku
Hualapai.
Puas menikmati berbagai atraksi di Eagle Point, kami beranjak ke
Guano Point. Dengan konsep Hop-on-Hop-off, pengunjung bisa kapan saja
pergi ke tempat berikutnya. Guano Point menawarkan pemandangan yang
lebih luas karena terletak di sebuah bukit. Pengunjung harus sedikit
berusaha menaiki bukit untuk mendapatkan view 360 derajat yang
benar-benar luar biasa.
Saya benar-benar terkagum-kagum melihat pemandangan tebing-tebing
tinggi berlapis-lapis dengan liukan Sungai Colorado di bawahnya. Segala
arah mata memandang hanyalah tebing-tebing coklat kemerahan dengan
hamparan pasir di sekelilingnya. Namun disini pengunjung harus
benar-benar hati-hati karena tidak ada pagar di sekeliling. Karena di
sini ada beberapa titik pengamatan, pilih yang terletak cukup jauh dari
tepi jurang. Kalaupun ingin menuju bukit yang paling dekat dengan tepi
jurang, pastikan Anda bisa berjalan dan menaiki bukit dengan sangat
hati-hati. Pastinya titik ini memberikan sensasi pemandangan yang paling
dahsyat.
Puas memandangi karya Tuhan Yang Maha Kuasa, kami putuskan untuk
kembali ke tempat parkir mobil karena hari sudah mulai sore. Kami tidak
mengunjungi Hualapai Ranch karena waktu yang sudah mepet dan bukan
tujuan utama kami. Atraksi utama di Hualapai Ranch adalah wahana yang
menggambarkan kehidupan koboi ala Suku Hualapai. Di sini pengunjung bisa
belajar membuat simpul dan menaiki kuda ala koboi. Bagi kami, rasanya
tidak terlalu istimewa dan tujuan utama kami sudah tercapai, jadi
pilihan untuk segera pulang rasanya lebih tepat mengingat perjalanan
panjang kembali ke LA hari itu juga.
Oya, pada saat pulang, ada kejadian menarik saat kami kembali ke Las
Vegas. Sekedar informasi, perjalan dari Las Vegas ke Grand Canyon West
harus melewati jalan tanah di tengah gurun. Saat di tengah-tengah gurun
tersebut, tiba-tiba kami terhadang kemacetan panjang.
“Wah, jauh-jauh ke Grand Canyon masih kena macet juga, di tengah
gurun pula,” gerutu teman saya yang tiap hari sudah kenyang makan
kemacetan Cibubur-Jakarta.
Semua orang turun dari mobilnya, beberapa orang yang sudah kebelet
pipis segera mencari semak-semak atau kaktus sebagai tempat berlindung.
Ya, ini benar-benar di tengah gurun tanpa suatu fasilitas, bahkan sinyal
handphone pun tak ada. Rupanya, ada kecelakaan yang mengakibatkan
sebuah mobil terbalik dan menghalangi jalan. Butuh waktu sekitar 2 jam
sampai datang mobil Derek untuk menyingkirkannya ke tepi jalan.
Alhamdulillah, akhirnya kami bisa kembali melanjutkan perjalanan
meski kemalaman, dengan sejuta memori keindahan Grand Canyon yang akan
abadi di benak kami.
Sumber : http://backpackology.me/2014/10/20/grand-canyon-keajaiban-alam-di-benua-amerika/
Kamis, 12 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar